SlideShow

Selasa, 27 Februari 2018

Menyoal Citra Kota Toboali


Herman, SP; M. Eng
Alumni Master Of Urban dan Regional Planning Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Staf Bapelitbangda Kab. Bangka Selatan


Menyoal Citra Kota Toboali

  
Kota sebagai panggung kenangan, cerminan wajah dari karakter sosial budaya dan aktivitas ekonomi warganya secara visual. Antara “City” dan “Citizen” terdapat keterkaitan yang sangat dekat, saling menjalin, saling pengaruh mempengaruhi. Tak heran bila Churchil selaku negarawan pernah mengatakan bahwa “manusia membentuk kota dan kemudian kota akan membentuk manusia. Penulis yakin bahwa Para pemangku kebijakan yang notabene terlibat dan bertanggung jawab sebagai planner dan designer perencana dan perancang kota tidak boleh terlena dengan membiarkan bahwa “kota sudah terbentuk secara organik dengan sendirinya dan kita mengalami adaptasi yang terlambat”. Pelaksanaan pembangunan kota yang baik memerlukan sebuah pelaksanaan perancangan kota yang baik juga. Hal tersebut tidak selalu diakui karena secara politis sering dianggap bahwa pelaksanaan pembangunan infrastruktur perkotaan sudah berjalan. Namun penulis melihat bahwa pembangunan infrastruktur perkotaan selama ini tidak melalui perencanaan dan perancangan kota secara baik. Pelaksanaan proses pembangunan perkotaan tersebut sangat perlu didampingi oleh perancangan yang memperhatikan kota secara fisik, yaitu bagaimana kota berkembang di dalam ruang tiga dimensi dan bagaimana prosesnya (dimensi waktu), serta apa dan siapa yang terlibat secra konkret di dalam proses pembangunan tersebut. Sepatutnya para pemangku kebijakan pembangunan perkotaan harus dapat membetahkan warganya. Nyaman dihuni dan enak dilihat. Ibarat puisi yang menyentuh senar-senar emosi. Keunikan perilaku warga kota, kekhasan adat istiadatnya, beragam lokasi geografis dan iklimnya, variasi seni-kriya yang diciptakannya, semua itu berkontribusi terhadap penampilan citra kota suatu wilayah yang berbeda dengan penampilan wajah kota lainnya.

Membahas tentang citra kota sangat subjektif karena merupakan persepsi. Persepsi setiap orang berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengalaman yang dialami, sudut pengamatan, dan lain-lain. Namun secara kualitatif hal ini dapat disimpulkan dengan pendekatan-pendekatan/metode sederhana ataupun juga Rafid Appraisal. Suatu contoh yang paling sederhana adalah bagaimana persepsi kita melihat kesan antara Kota Koba sebagai Ibu Kota Bangka Tengah dengan Kota Toboali sebagai Ibu Kota Bangka Selatan. Penulis yakin meskipun tidak perlu dilakukan penelitian dengan metode dan instrumen yang kuantitatif, hasilnya adalah Kota Koba lebih berkesan dibandingkan Kota Toboali. Kesan ini yang secara tidak sengaja membuat image bahwa percepatan pembangunan di Kabupaten Bangka Tengah lebih berhasil dibandingkan dengan Kabupaten Bangka Selatan. Padahal parameter keberhasilan pembangunan tidak sesederhana itu. Sejauhmana kontribusi sektor dalam menentukan angka Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), bagaimana LQ dan shifshare sektor tertentu, bagaimana analisis Input Output Produk, Human Development Index dan lain-lain merupakan suatu indikator utuh dalam mengevaluasi kemajuan pembangunan kewilayahan. Tapi terlepas dari semua itu, strategi seorang pengambil kebijakan dalam memberikan image/citra pembangunan di wilayahnya merupakan suatu hal yang menentukan.

Lynch, (1975: 6-8) dalam bukunya “The Image of The CityCitra kota dapat disebut juga sebagai kesan atau persepsi antara pengamat dengan lingkungannya. Kesan pengamat terhadap lingkungannya tergantung dari kemampuan beradaptasi “pengamat” dalam menyeleksi, mengorganisir sehingga lingkungan yang diamatinya akan memberikan perbedaan dan keterhubungan. Persepsi atau perceive dapat diartikan sebagai pengamatan yang dilakukan secara langsung dikaitkan dengan suatu makna. Citra kota belum tentu merupakan identitas. Citra Kota dapat dibuat secara instan, sedangkan identitas membutuhkan waktu yang lama untuk membentuknya. Jati diri kota berkaitan dengan ritme sejarah yang telah melalui proses panjang sehingga jati diri suatu kota tidak dapat diciptakan begitu saja berbeda dengan citra kota.

Selanjutnya Linch menjelaskan bahwa sebuah citra memerlukan identitas pada sebuah obyek atau sesuatu yang berbeda dengan yang lain, struktur atau pola saling hubungan antara obyek dan pengamat serta obyek tersebut mempunyai makna bagi pengamatnya. Citra/kesan/wajah pada sebuah kota merupakan kesan yang diberikan oleh orang banyak bukan individual. Citra kota lebih ditekankan pada lingkungan fisik atau sebagai kualitas sebuah obyek fisik (seperti warna, struktur yang kuat, dll), sehingga akan menimbulkan bentuk yang berbeda,bagus dan menarik perhatian. Elemen pembentuk citra kota menurut Kevin Lynch yang pertama adalah Paths yang merupakan suatu jalur yang digunakan oleh pengamat untuk bergerak atau berpindah tempat. Menjadi elemen utama karena pengamat bergerak melaluinya pada saat mengamati Kota Toboali dan disepanjang jalur tersebut elemen-elemen lingkungan lainnya tersusun dan dihubungkan. Path merupakan elemen yang paling pentingdalam image kota yang menunjukkan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki identitas yang besar

(misalnya jalan menuju Kawasan Perkantoran Terpadu Pemkab Bangka Selatan, koridor jalan menuju ke taman benteng/Bhayangkara, dan lain-lain), serta ada/penampakan yang kuat (misalnya fasade, pohon, dan lain-lain), atau belokan yang jelas.

Elemen pembentuk citra kota yang kedua adalah Edges yang merupakan batas, dapat berupa suatu desain, jalan, sungai, gunung. Edge memiliki identitas yang kuat karena tampak visualnya yang jelas. Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada tempat untuk masuk yang merupakan pengakhiran dari sebuah district atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas : membagi atau menyatukan. 
Contoh : adanya jalan dua jalur yang membatasi dua batasan wilayah deliniasi perkotaan Toboali dengan hinterlandnya, misalnya batasan antara Kota Toboali dengan Desa Bikang atau batasan antara koridor jalan menuju komplek perkentoran terpadu Kab. Bangka Selatan dengan koridor jalan kawasan perdagangan atau Kota Lama Toboali.


Selanjutnya salah satu elemen pembentuk citra kota menurut Lynch adalah Districts yang merupakan suatu bagian kota mempunyai karakter atau aktivitas khusus yang dapat dikenali oleh pengamatnya. District memiliki bentuk pola dan wujud yang khas begitu juga pada batas District sehingga orang tahu akhir atau awal kawasan tersebut. District memiliki cirri dan karakteristik kawasan yang berbeda dengan kawasan disekitarnya. District juga mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan komposisinya jelas. Contoh : kawasan perdagangan, kawasan permukiman, daerah pinggiran kota, daerah pusat kota, misalnya koridor di sepanjang Jalan dari Tugu Nanas menuju Pelabuhan atau Kawasan Benteng Toboali.

Nodes adalah elemen pembentuk citra kota yang keempat. Nodes Merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah kearah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar, pasar, taman, square, tempat suatu bentuk perputaran pergerakan, dan sebagainya. Node juga merupakan suatu tempat di mana orang mempunyai perasaan ‘masuk’ dan ‘keluar’ dalam tempat yang sama. Node mempunyai identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk). Contoh: persimpangan jalan. Tugu Nanas antara Kota Lama Toboali dengan Jalan menuju Pelabuhan Sadai.

Elemen pembentuk citra kota yang terakhir adalah Landmark yang merupakan simbol yang menarik secara visual dengan sifat penempatan yang menarik perhatian. Biasanya landmark mempunyai bentuk yang unik serta terdapat perbedaan skala dalam lingkungannya. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan hanya dapat dilihat di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari mana-mana. Landmark adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang mengenali suatu daerah. Selain itu landmark bisa juga merupakan titik yang menjadi ciri dari suatu kawasan. Misalnya : Monumen (Tulisan : SELAMAT DATANG DI KOTA HABANG di titik tertinggi Kota Toboali = Gunung Muntai)

Lantas bagaimana dengan 5 (lima) elemen yang telah diuraikan diatas dengan kesan Kota Toboali? Apakah Kota Toboali setelah 15 (lima belas) tahun menjadi Ibu Kota Kabupaten Bangka Selatan telah memberikan warna citra kota yang membuat orang terkesan? Tentunya tulisan sederhana ini hanya merupakan masukan ataupun saran bagi pengambil kebijakan, instansi perencana dalam Hal ini Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kab. Bangka Selatan maupun eksekutor pembangunan infrastruktur dalam pimpinan Bupati Terpilih 2016 –2021, bagaimana merumuskan kebijakan dan strategi untuk mewujudkan kota yang benar-benar memberikan warna citra kota sesungguhnya yang menurut penulis dapat segera dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama atau setidaknya dalam 5 (tahun) masa jabatan. sukses dan terus berjuang bersama untuk membangun.
“Yo….Kite Hame-hame Begawe Wujudkan Bangka Selatan Mandiri, Maju, Sejahtera dan Berdaya Saing”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar